Indonesia memiliki orchestra musik tradisional pertama di dunia. Bila di Barat sudah ratusan tahun memiliki musik orkestra modern yang digunakan hingga sekarang ini, di Timur lahir orkestra musik tradisional yang diwakili dari seluruh wilayah Indonesia. Orkestra musik tradisional ini tergabung dalam Indonesian National Orchestra (INO) .
“Bila dalam ujicoba orchestra musik tradisional ini berhasil, kita akan menjadi negara pertama di dunia yang memiliki national orchestra yang berbeda dengan orchestra musik umumnya selama ini yang bersumber dari barat,” kata Franky Raden, pimpinan INO saat latihan di gedung Sapta Pesona Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Jakarta, 4 Mei 2010.
INO melakukan pertunjukan perdana sebagai ujicoba performance mereka di Balairung Gedung Sapta Pesona Jakarta pada 12 Mei 2010. Dalam pegelaran musik tradisional yang difasilitasi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) ini dihadiri para musikus kreatif termasuk para maestro musik tradisional di Indonesia.
Menurut Frangky, ada tiga hal yang mendasari berdirinya INO , yakni estetika, bisnis dan politik. Dalam hal estetika, Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan budaya musik hampir tidak terbatas. Ragam bahasa musik Nusantara telah berkembang selama sedikitnya 3.000 tahun sehingga mampu menghasilkan bentuk-bentuk estetika musik yang sangat kokoh di wilayah budaya kita dari Sabang hingga Merauke.
Dengan kekayaan bahasa estetika ini akan membuat karya musik Indonesia tak pernah kering dan selalu membawa pembaharuan. “Kekayaan bahasa estetika ini menjadi sumber dari lahirnya INO yang ke depan siap bersaing di panggung internasional dengan orchestra ternama manapun,” kata Franky yang dikenal sebagai Etnomusikolog .
Dari segi bisnis, INO akan menjadi produk budaya khas Indonesia yang memiliki nilai jual dan ekspor sangat tinggi karena keunikannya. Dengan nilai jualnya ini INO diharapkan menjadi sebuah orkestra profesional yang dapat menghidupi para pemainnya secara financial. Selain itu INO juga akan bekerja keras untuk menjadi produk unggulan industri kreatif Indonesia yang dapat bersaing di pasar musik internasional.
“Saya berharap INO menjadi wadah bagi para pemusik Indonesia yang kreatif dan jenius untuk tampil berlaga dalam gedung-gedung konser yang bertebaran di benua Eropa, Amerika, dan Asia-Pasifik,” katanya.
Sementara dari segi politik, INO akan menjadi ujung tombak pergulatan ideologi antara pelbagai negara di dunia yang saat ini berlomba-lomba menyebarkan pengaruh kekuasaan dan hegemoni mereka melalui produk-produk budaya yang merupakan soft power. Seperti apa yang dikatakan oleh Immanuel Wallerstein jauh-jauh hari, kegiatan budaya dewasa ini sudah menjadi arena dari pertarungan ideologi di panggung internasional.
Melalui kegiatan budaya inilah negara-negara yang kuat menjaring lawan-lawan mereka untuk masuk ke dalam kerangka pemikiran ekonomis maupun politik yang dapat mereka kendalikan. Dalam konteks kehidupan masyarakat paska-kolonial, negara yang tidak memiliki kekuatan resistensi terhadap pertarungan budaya global ini akan mudah menjadi mangsa yang tanpa daya. “Keberadaan INO ingin memposisikan diri sebagai bentuk pertahanan dan perlawanan terhadap kekuatan dominasi dari luar yang setiap saat siap membuat kita menjadi tergantung kepada mereka khususnya ketergantungan dari musikal dan budaya,” katanya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasaran Kembudpar Noviendi Makalam merasa bangga dengan banyaknya musik tradisional Indonesia yang berhasil dilestarikan sehingga mengharumkan bangsa di berbagai pentas dunia. “Kehadiran INO jelas akan memberikan warna musik Indonesia di pentas dunia apalagi sajian musiknya menarik dan unik,” katanya.
Lebih dari 50 alat musik tradisional dari berbagai daerah di tanah air dimainkan dalam acara pegelaran tersebut. Dari alat musik tradisional itu juga ditampilkan alat musik hasil ciptaan sendiri oleh tiga orang local genius, yakni Anusirwan (Sumatera Barat) yang membuat rebab besar dan perangkat perkusi metalofon baru, Bona Alit (Bali) yang membuat rebab raksasa, dan I Nyoman Windha (Bali) membuat jegog raksasa.
Sumber: Budpar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar