Satu lagi produk tradisi import dari barat mulai mewabah di sebagian kalangan muda-mudi kita, pasangan suami istri, bapak ibu, kakek nenek, bahkan pasangan selingkuh di tanggal 14 Pebruari yaitu valentine day ( bahasa ndeso: plentin de). Tradisi berupa “perayaan” kasih sayang berformat tukar kartu, tukar hadiah, kado, tukar/beri bunga, beri perhiasan, bahkan tukar pasangan berbagi ngeseks disertai pesta narkoba, minuman keras & mabuk sepanjang malam.
Di awal bulan Pebruari, bila ke toko, supermarket / mall, atau hotel, mulai banyak pernak-pernik
bernuansa valentin, mulai kartu, souvenir, boneka dengan warna pink & berbentuk hati (love) disajikan secara kentara & atraktif sebagai sarana promosi besar demi menarik minat banyak pengunjung.Apa & bagaimana valentine day itu, sejarah & perjalanannya dari peristiwa biasa diadopsi jadi “acara religius Katolik”, hingga menjadi perayaan kasih sayang berformat nge-date & pesta pora…???.
Tentang valentine day ini belum ada kesepakatan final antara para sejarawan. Kata “valentine” diambil dari nama “Santo Valentinus” seorang yang diyakini hidup pada masa Kaisar Romawi Claudius II. Sedangkan kata valentine itu dari bahasa Latin bermakna: Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Kuat.
Claudius II yang penganut paganisme (menyembah dewa-dewi/patung/berhala) melihat Santo Valentinus mengajak manusia kepada agama Nasrani, lalu memerintahkan menangkapnya untuk dihukum mati. Di penjara, Valentinus kenal dengan seorang putri penjaga penjara yang sedang sakit. Dia mengobatinya hingga sembuh, lalu memeluk agama Nasrani & saling jatuh cinta. Menjelang eksekusi mati tanggal 14 Pebruari 269 M, Valentinus mengirimkan sebuah kartu yang bertulis: “dari yang tulus cintanya, Valentinus”.
Versi lain, Claudius II melarang pemuda yang jadi tentara untuk menikah, karena dengan membujang jadi lebih kuat & tabah dalam berperang. Tapi diam-diam Santo Valentinus menentang hal ini dengan menikahkan banyak pemuda. Lalu dia ditangkap & akhirnya dihukum mati pada tanggal 14 Pebruari 269 M.
Dalam kupasan lain (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2005), tradisi Roma kuno pada pertengahan Pebruari sudah dikenal sebagai periode “cinta & kesuburan”. Selain itu tanggal 15 Pebruari dikenal sebagai hari raya Lupercalia. Merujuk nama dewa Lupercus (dewa kesuburan), yang digambarkan sebagai laki-laki setengah telanjang & berpakaian kulit kambing. Pada tanggal itu juga para pendeta Roma melakukan ritual penyembahan dewa Lupercus ini dengan mempersembahkan korban berupa kambing.
Rangkaian pelaksanaan perayaan Lupercalia berlangsung antara tanggal 13 s/d 18 Pebruari. Sedangkan tanggal 13 & 14-nya sebagai persembahan untuk “dewi cinta”, dimana para pemuda berkumpul & mengundi nama-nama gadis dalam sebuah kotak. Setiap pemuda disilahkan mengambil nama secara acak. Gadis yang keluar namanya harus menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk kesenangan & jadi obyek hiburan sang pemuda.
Ketika Kristen Katolik masuk Roma, perayaan paganisme (menyembah dewa/berhala) ini diadopsi jadi “acara religius” & diwarnai dengan nuansa kristiani. Agar lebih dekat lagi pada ajaran Kristen, pada tahun 496 M, Kaisar Paus Gelasius I menjadikan perayaan pagan ini digabung dengan acara untuk menghormati kematian Santo Valentinus yang kebetulan tanggalnya sama yaitu 14 Pebruari, menjadi hari perayaan gereja dengan nama “Saint Valentine’s Day”.
Sedangkan tradisi mengirim kartu valentin adalah tidak ada kaitan langsung dengan Santo Valentinus. Dalam versi ini, tradisi ini bermula ketika Duke of Orleans dipenjara di Tower of London. Pada saat perayaan hari gereja mengenang Santo Valentinus tanggal 14 Pebruari, dia mengirim puisi dalam kartu kepada istrinya di Perancis.
Adapun gambar ciri valentine day yaitu “Cupid”, si bayi atau laki-laki rupawan setengah telanjang yang bersayap & memakai anak panah yang diarahkan ke gambar cinta (love) adalah putera Nimrod (Namrud) sang Dewa Matahari dalam kepercayaan pagan Romawi.
Jadi perayaan valentine day yang jatuh tanggal 14 Pebruari dengan berbagai model acara & pernak-perniknya yang akhir-akhir ini mewabah terutama di kalangan muda-mudi adalah tidak bersumber dari ajaran Katolik/Kristen, tetapi bentuk adopsi dari tradisi upacara Roma kuno yang paganisme (penyembah dewa-dewi / berhala), digabung dengan upacara mengenang kematian Santo Valentinus yang kebetulan tanggalnya sama, yang oleh kalangan Paus/gereja dijadikan sebagai “upacara keagamaan Katolik”.
Maka umat Kristiani yang merayakan “valentine day” sebagai wujud ungkapan ajaran “kasih sayangnya” Yesus Kristus justru tidak bersumber dari ajarannya agama Katolik/Kristen. Dan bagi muda-mudi Muslim yang “bergaya” ikut-ikutan merayakannya, sungguh telah melenceng dari ajaran Tauhid-Nya Allah SWT, sama dengan ikut menyembah berhala (dewa-dewi Romawi) kembali ke jaman dulu (JADUL) jahiliyah. Dalam Hadits Turmudzi dinyatakan: “Barangsiapa meniru (mengikuti) suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut”.
Apalagi dalam perayaannya” dilakukan dalam format sok gaul “nge-date”, terus ditambah pesta minuman keras, narkoba, bahkan pesta seks sepanjang malam, sebagaimana marak di negara-negara barat, yang merusak badan & mental. Justru lebih rusak & rendah, melebihi kaum penyembah berhala itu sendiri.
Dalam hal maraknya pernak-pernik valentine berupa bunga, boneka, tulisan, makanan & hadiah lainnya bernuansa “pink” di toko, supermarket/mall, hotel, hanyalah upaya kaum “pebisnis/kapitalis” untuk mendapatkan uang sebesar-besarnya sebagai “perayaan bisnis” & “industrialisasi agama” tanpa menelaah esensi valentine yang sebenarnya.
Sumber: Khabarjoss.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar